A. Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap
Bakteri
Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan
efek toksin dan mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui
fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida
dalam dinding bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif
tanpa adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek
opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks membran dan respons
inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga
merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi
sitokin seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi
neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan
migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang
terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi
bakteri. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
Terdapat 4
mekanisme pertahanan tubuh alami terhadap pathogen yang akan masuk
kedalam tubuh, yaitu pertahanan fisik, mekanik, kimia, dan biologis.
Pertahanan
Fisik
Kulit memberikan
penghalang fisik bagi jalan masuknya pathogen ke dalam tubuh. Lapisan luar
sel-sel kulit mati yang keras mengandung keratin dan sangat sedikit air,
sehingga pertumbuhan pathogen menjadi terhambat. Contoh zat yang menghambat
pertumbuhan bakteri :
• Air Mata : Kelenjar lakrimal mensekresi air mata,
yang melarutkan dan mencuci mikroorganisme dan bahan kimia penyebab iritasi
mata
• Sebum ( Minyak ) : Sebum diekskresikan oleh kelenjar
sebaceous, mengandung asam lemak yang memiliki aksi antimikrobal.
• Mukus : Hasil ekskresi sel-sel goblet yang terdapat
di sepanjang saluran pernapasan. Mukus merupakan cairan lender yang lengket
sehingga dapat memerangkap pathogen yang berasal dari udara.
Pertahanan
Mekanik
• Rambut Hidung : Berfungsi sebagi filter
udara yang melewati saluran hidung. Bakteri dan partikel lain yang erperangkap
di mucus akan diserap keluar dari paru-paru oleh silia.
Pertahanan
Kimia
Air mata, mucus,
saliva, dan keringat semuanya mengandung zat kimia yang menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Biasanya ditemukan enzim Lisozim di anatar mereka. Lisozim
mengkatalis hidrolisis molekul dinding sel bakteri. Selain itu ada asam
hidroklorik yang terdapat pada cairan lambung membunuh sebagian besar
mikroorganisme yang masuk ke lambung.
Pertahanan
Biologis
Terdapat populasi
bakteri tidak berbahaya yang hidup di kulit dan membrane mukosa yang menghambat
pertumbuhan banyak bakteri pathogen. Mereka melindungi kita dengan cara
berkompetisi dengan bakteri pathogen dalam mendapatkan nutrient.
Pertahanan
tubuh oleh sel darah putih
Sel darah putih
berfungsi sebagai perthanan tubuh terhadap patogen. Terdapat lima jenis sel
darah putih yang terdapat di sumsum tulang. Sel darah putih tersebut
adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit.
• Neutrofil memiliki ciri nucleus berlobus, dan
merupakan sel darah putih terbesar. Netrofil memiliki fungsi fagositosis yaitu
menelan mikroorganisme dan sisa-sisa sel mati.
• Eosinofil memilikin peranan dalam reaksi alergi.
• Basofil dapat melepaskan senyawa kimia seperti
histaminyang menyebabkan reaksi inflamasi.
• Monosit akan berkembang menjadi makrofag yang juga
berfungsi fagositosis.
• Limfosit terdiri atas 2 jenis sel yaitu Limfosit B
dan Limfosit T. Limfosit B berpera dalam antibody-mediated immunity sementara
Limfosit T berperan dalam cell-mediated immunity.
Neutrofil dan Limfosit menyusun 90% dari sel darah putih dalam tubuh,
dan sisanya 10% disusun oleh monosit, eusinofil, dan basofil.
B. Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Jamur
Mekanisme hidup jamur sama dengan bakteri,
kapsul yang sulit dimakan (Cryptococ), resistensi terhadap fagositosis
(Histoplasma) dan destruksi sel polimorfonuklear/Coccidiosis (Ba-ratawijdjaja,
1996). Beberapa jamur dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif,
namun efek terhadap kelangsungan hidupnya masih belum diketahui.
Jamur
patogen telah mengembangkan mekanisme untuk menghindari dan melemahkan
pertahanan host. Karakteristik utama dalam respon imun adalah interdependensi
berbagai senjata sistem kekebalan tubuh dan interaksi antara pertahanan host
(inang) dan mekanisme patogen jamur. Beberapa mekanisme pertahanan dalam
merespon berbagai bentuk jamur, yaitu komponen darah yang meliputi neutrofil,
makrofag dan monosit. Fagosit sudah berada pada organ target pada saat infeksi
sebagai upaya untuk membunuh atau merusak jamur. Sedangkan neutrofil dan
monosit membantu dalam hal memberi sinyal inflamasi, seperi sitokin, kemokin
dan melengkapi komponen. Setelah itu jamur dibunuh atau dirusak oleh
pelepasan reaktif oksigen intermediet dan peptida antimikroba (Diamond at
al, 1980; Mambula et al, 2000).
Sel menggunakan mekanisme anti jamur
intraseluler/ekstraseluler tergantung pada spesies yang menginfeksi,
morphotype, dan rute paparan. Pada sel dendritik fungsinya adalah memulai
imunitas bawaan dan adaptif ke berbagai mikroorganisme (Huang et al,
2001).
Sel ini menangkap dan melakukan proses antigen,
menyampaikan co-stimulasi limfosit molekul, lalu bermigrasi ke organ limfoid
dan mengeluarkan sitokin untuk memulai respon imun (Banchereau & Steinman,
1998).
Peran
sel dendritik ini yaitu menghubungkan respon bawaan dan adaptif terhadap
berbagai patogen jamur termasuk fumigatus Aspergillus,Cryptococcus
neoformans dan C.albicans. Sinyal yang ditransmisikan oleh sel
dendritik dapat bervariasi tergantung pada jamur yang ditemui atau morfotype
dengan perbedaan yang dihasilkan pada saat menimbulkan respon imun adaptif
temporal, produksi sitokin dan pengembangan akhir tanggapan T-sel tertentu,
serta peran modulasi imunitas sehingga membatasi cedera autoimun.
Kebanyakan
jamur sel membran mengandung ergosterol daripada kolesterol pada bagian dinding
selnya. Amfoterisin B langsung mengikat ergosterol, sedangkan azoles dan
terbinafine target mensintesis ergosterol. Sistem pertahanan kekebalan bawaan,
termasuk B-glucan reseptor (TLRs), telah berevolusi untuk mengenali dan
merespon komponen dinding sel jamur. Sebagai contoh, pada fagositosis permukaan
sel adalah TLRs yang mengidentifikasikan molekul pada pola yang ditemukan pada
mikroba (termasuk jamur). Reseptor ini terdiri dari domain ekstraseluler yang
membedakan produk mikroba dan sebuah domain sitoplasmik yang mengirimkan sinyal
intraseluler protein adaptor. Salah satu adaptor seperti, MyD88 memulai sinyal
yang mengarah ke ekspresi molekul microbicidal dan sitokin. Peran reseptor
individu, seperti TLR2, TLR4, dan TLR9, dalam MyD88 aktivasi bervariasi
tergantung pada proses menginfeksi jamur dan tempat infeksi. Reseptor spesifik
diferensial mengaktifkan fungsi anti jamur yang dapat mengakibatkan perbedaan
tangapan dan kerantanan terhadap infeksi (Shoham et al, 2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar